Senin, 25 Juni 2012

makalah konselor


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Tujuan pendidikan mensyaratkan perkembangan kemampuan siswa secara Optimal, dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sebagai individu, siswa memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Kenyataan yang dihadapi, tidak semua siswa menyadari potensi yang dimiliki untuk kemudian memahami dan mengembangkannya. Disisi lain sebagai individu yang berinterksi dengan lingkungan, siswa juga tidak dapat lepas dari masalah.
Menyadari hal di atas siswa perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar dapat berindak dengan tepat sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan kesluruhan kepribadian anak. Sebagai profesional guru memegang peran penting dalam membantu murid mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya. Maka perlu adanya konselor untuk menangani konseling yang bermasalah, seperti makalah yang akan kita bahas srkarang ini.
2.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana kepribadian yang harus dimiliki seorang konselor, disertai dengan  sikap dan keterampilannya?
2.        Bagaimana keefektifan menjadi seorang konselor ?

  
BAB II
PEMBAHASAN
  A.     Konselor sebagai pribadi, sikap dan keterampilan
Ada Beberapa pengertian bimbingan diantaranya:
- Jones: guidance is the help given by one person to another in making choice and justment and in solving problems. Pengertian ini mengandung maksud bahwa pembimbing hanya bertugas membantu agar individu mampu membantu dirinya sendiri dan keputusan terakhir tergantung pada individu yang bersangkutan.
- Rochman Natawidjaja: bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan. Supaya individu dapat memahami dirinya dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
- Bimo Walgito: bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya agar dapat menyesuaikan kesejahteraan hidupnya.
Dari definisi di atas disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses yang berkesinambungan, membantu individu, bertujuan agar individu dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuannya, serta tujuan utamanya agar individu memahami diri dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Kehadiran koselor sekolah membantu guru dalam memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang erta kaitannya dengan profesi guru, seperti keadaan emosional yang mempengaruhi proses belajar-mengajar, mengembangkan sikap positif dan menangani masalah yang ditemui guru dalam pelaksanaan tugasnya. Konselor dan guru merupakan suatu tim yang saling menunjang demi terciptanya pembelajaran yang efektif. Kegiatan bimbingan dan konseling dengan demikian tidak bisa dilepaskan dari kegiatan sekolah.
Persamaan pribadi merupakan hal yang penting dalam konseling karena konselor hanya dapat bekerja melalui diri mereka sendiri. Demikian sangat dan esensial bagi konselor bahwa dirinya (self) dapat menjadi instrumen yang efektif. Semua terapis, dan tentu saja argumen-argumen yang terdapat dalam buku ini, akan mendukung pertanyaan adler bahwa bagi konselor “teknik perlakuan (treatme) harus berada di dalam diri”.[1]
Pribadi konselor merupakan “instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien. Pemaduan secara harmonis dua “instrumen” ini pribadi dan keterampilan akan semakin memperbesar peluang keefektifan kerja konselor. Keefektifan konselor, pada gilirannya akan membuka peluang adanya hasil-hasil positif konseling yaitu, klien dapat berbuat sesuatu secara lebih maju sebagaimana yang dikehendak sebelumnya, dan yang telah membuatnya, masuk konseling.
1.    Konselor sebagai pribadi
Konselor merupakan salah satu proses yang unik tempat konselor menawarkan peluang tumbuh bagi konseling. Konseling dirancang bertujuan untuk menopang dalam pengembangan diri konseling sehingga konseling memiliki pemahaman yang lebih besar terhadap dirinya, meningkatkan keterbukaan pada dunianya, serta mengngikhtiarkan prilaku yang lebih efektif.
Untuk mendapatkan peranan profesional yang unik sebagaimana tuntutan profesi diatas, konselor yang profesional hendaknya memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntut  untuk memiliki kepribadian yang lebih mampu menunjang keefektifan konseling. Orang-orang yang memiliki kepribadian yang alamiah itu sangat mudah dalam penyerapannya  dan menerapkan keterampilan dasar konseling. Sehingga dapat menjadi konselor-konselor yang efektif.
Dari penjelasan yang telah dijelaskan diatas tersebut bisa disimpulkan bahwa keberhasilan konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi seorang konselor dibandingankan dengan kecermatan teknik. Leona F,. Tyler berpendapat bahwa pribadi konselor yang amat penting mendukung efektivitas peranannya adalah pribadi yang altruistis yaitu rela berkorban untuk kepentingan orang lain yaitu kepentingan konseli.      
Jhon J. Pietrofesa, dkk, menjelaskan bahwa para belper mendayagunakan diri mereka sendiri dan mementingkan kemanusiaan dalm pekerjaan. Adapun kekhasan pribadi para belper pada umumnya berdasarkan sifat belping, menurut bramer adalah:
a.       Awareness of self and values
b.      Awareness of cultular experience
c.       Ability to analyze the helpr’s own feeling
d.      Ability to serve as model and in fluencer
e.       Altruism
f.       Strong sense of etbics
g.      Responsibility
Derkripsi singkat, setelah adaptasi, atas ciri-cir khas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.    Kesadaran akan diri dan nilai-nilai
para belper memerlukan suatu kesadaran tenyang posisi-posisi nilai mereka sendiri. Dalam arti mereka harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan, siapa saya?, apa yang penting bagi saya?, apa signifikasi sosial dari segala sesuatu yang saya lakukan?, mengapa saya mau menjadi seorang belper? Kesadaran hal seperti ini akan membantu para belper dalam membentuk sikap kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap helpi mereka serta akan membantu para belper dalam menghindari ketidak tanggung jawabannya untuk memperalat para helpi sehingga bagi kepentingan atau kebutuhan pribadinya.
b.    Kesadaran akan pengamalan budaya
Suatu program latihan kesadaran diri yang terarah bagi para belper yaitu mencakup dengan pengetahuan tentang populasi para helpi. Misalnya, jika seseorang belping menjalin hubungan dengan helpi dalam masyarakat suku lain dengan latar belakang yang sangat berbeda, maka belper dituntut untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi. Dari banyaknya pengetahuan yang didapat tentang perbedaan antara para belper dan para helpi itu merupakan hal yang sangat vital bagi kefektifan hubungan helpi kelompok orang-orang tertentu seperti para tahanan, pemabuk, anak-anak, orang-orang jompo, janda atau duda, penyandang cacat fisik atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita dan sebagainya, itu sangat mungkin memiliki pengalaman hidup yang sangat berlainan dengan para belper mereka. Para belper profesional hendaknya mempelajari ciri khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
c.    Kemampuan untuk menganalisis kemampuan helper sendiri
Observasi-observasi para belper spesialis menunjukkan bahwa mereka perlu berkepala dingin, telepas dari perasaan mereka sendiri. Disamping adanya persyaratan bagi belping efektif bahwa para belper harus mempunyai kesadaran dan kontrol perasaan sendiri guna menghindari proyeksi kebutuhan, harus pula diakui bahwa para belper mempunnyai juga persaan dari waktu kewaktu. Misalnya, mereka merasa gembira atas pertumbuhan helpi yang semakin mandiri. Sebaliknya mereka akan merasakan kecewa ketika harapan mereka terhadap helpi tidak terwujud. Mereka bisa pula merasakan tak berguna ketika tawaran bantuan mereka tidak dihiraukan oleh para helpi. Mereka bahkan merasa bingung atas kekomplekan masalah dan sikap-sikap tak mendukung para helpi terhadap mereka. Para belper harus mampu menyelami perasaan-perasaan mereka sendiri dan menerima perasaan-perasaan mereka serta memahaminya. Dan disamping itu pula para belper tidak menggantungkan harapan-harapan kesuksesan yang terlalu tinggi dan berdiskusi sesama kolega yang bisa membantu meredakan perasaan-perasaan negatif.[2]
d.   Kemampuan berlayan sebagai teladan dan pemimpin atau orang yang berpengaruh.
Kemampuan ini sangat penting terutama berkenanan dengan kredibilitas para belper dimata helpi. Helper sebagai teladan atau model dalam kehidupan sehari-hari itu sangat diperlukan. Mereka harus tampak beradab, matang, dan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Jika, kehidupan keluarga mereka senantiasa tidak tentram, anak-anak mereka menjadi langganan tetap urusan polisi, maka validitas kerja helping mereka perlu dipertanyakan. Kemampuan para belper sebagai pemimpin atau orang berpengaruh, teladan diperlukan pula dalam proses belping. Meskipunn ini tidak berarti bahwa para belper harus menguasai para helpi mereka, para belper harus dapat menunjukkan kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat serta menampakkan rasa percaya diri yang mapan.
e.    Altruisme
Pribadi yang altruistis ditandai dengan kesdiaan berkorban baik dari segi waktu, tenaga, maupun materi untuk kepentingan kebahagiaan maupun kesenangan orang lain. Para belper akan merasakan kepuasan tersendiri ketika mereka berperan membantu orang lain. Pribadi para belper yang efektif ditandai minat lebih besar terhadap orang ketimbang benda. Mereka lebih suka memuaskan orang lain daripada memuaskan kebutuhan diri mereka sendiri. Kepuasan para belper diperoleh dari pemberi peluang memuaskan orang-orang lain.
f.     Penghayatan etik yang kuat
Adanya bimbingan hati nurani yang menunjukkan garis-garis batas tindakan para belper merupakan persyaratan kepercayaan orang terhadap mereka. Rasa etik para belper, pada dasarnya bahwa mereka berusaha menyeimbangkan antara rasa aman helpi dengan ekspektasi masyarakat. Misalnya, jika kepentingan rasa aman helpi diutamakan maka belper tidak akan membocorkan informasi-informasi yang bersifat rahasia mengenai helpi kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Kelompok belper profesional, seperti para konselor, memiliki kode etik untuk dipahami dan dipakai serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap mereka.
g.    Tanggung jawab
Tanggung jawab para belper dalam hal ini dikhususkan berkenan dengan konteks bantuan khusus yang diberikan kepada helpi, meskipun bisa juga dipandang bersangkutan dengan tingkah laku umum mereka terhadap para helpi. Slah satu tempat penerapan khusus tanggung jawab para belper adalah dalam menangani kasus yang diluar bidang kemampuan, kompetensi mereka. Para belper yang bertanggung jawab dalam menyadari keterbatasan-keterbatasan mereka, sehingga tidak menampilkan hasil-hasil (tujuan) yang tidak realistis. Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka sampai spesialis lain itu mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru dengan klien. Begitu pula, ketika secara pasti para belper kompeten menangani kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus para helpi terkantung-kantung tanpa penyelesaian. [3]
2.    Sikap dan keterampilan konselor
Sikap keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor. Sikap sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat bentuknya secara langsung. Berbeda dengan sikap, keterampilan dapat tampak wujudnya dalam perbuatan. Fungsi keterampilan bagi konselor adalah upaya memancarkan sikap-sikap yang dimilikinya terhadap klien disamping penunjukan kredibilitas lain seperti penampilan kompetensi intelektual dan aspek-aspek nonintelektif lainnya.
Label-label yang menunjukan pada sikap dan keterampilan konselor, pada istilah-istilah aslinya, sangatlah beragam. Ada sejumlah label yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, dan suatu karakteristik dapat diungkapkan dengan berbagai label. Beberapa jumlah label serta ekuivalensi tiap-tiap label dari beberapa sumber, mengenai sikap (dan keterampilan) konselor. Diturunkan dari berbagai sumber dalam buku ini dikategorikan:
a)      sikap dasar konselor, meliputi penerimaan, pemahaman, dan kesejatian, serta keterbukaan. Merupakan dimensi efektif konselor yang sangat menentukan keberhasilan dan kelancaran proses serta saling-hubungan konseling.
·         Penerimaan, istilah penerimaan (acceptance) ekuivalen pengertiannya dengan penghargaan positif (positive regard) yang lebih mengandung sikap dan agak berbeda dengan ”memperhatikan”/”peduli” (respect) yang lebih merupakan aktivitas. Penerimaan sebagai salah satu sikap dasar konselor mengacu pada kesediaan konselor memiliki penghargaan tampa menggunakan strandar ukuran atau persyaratan tertentu terhadap individu sebagai manusia atau pribadi secar utuh. Ini berarti konselor menerima setiap individu klien yang datang kepadanya dalam konseling, tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang lemah ataupun yang kuat. Dengan kata lain, konselor mempuyai penerimaan apa adanya, tidak mengandung kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap aspek-aspek pribadi individu.
·         Pemahaman, understanding, berhubungan erat denga empati. Barrett-lennard (1959), dan Delaney, Eisenberg (1972), menggabungkan kedua pernyataan itu menjadi satu yaitu empathic-understanding. Keduanya merupakan sikap dasar konselor yang menunjukan pada kecenderungan konselor menyelami tingkah laku, pikira dan perasaan klien sedalam mungkin yang dapat dicapai oleh konselor.
Jika konselor diharapkan memiliki pemahaman terhadap klien, bukan berarti bahwa konselor mengerti batin klien sebagai mana mengerti isi suatu bacaan.
Brammer mengungkapakan hal semacam konselor yang lebih codong berpikir dengan bersama-sama daripada mengenai siswa, ketika menjelaskan pengertian empati belper, empati sendiri merupakan cara utama untuk memahami para helpi dan memungkinkan para helpi merasa dipahami.
Konselor baru benar-benar dapat berfikir dengan klien jika ia memiliki a sence of presence yaitu kesadaran konselor siapa dirinya, dimana ia sedang berada, apa yang dilakukannya, bagaimana dilakukannya, dan mengapa. Yang menuntuk ketulusan untuk melibatkan diri dengan klien dalam persepsi dunia pribadi klien dan melibatkan klien dalam proses menjadi lebih cermat memfungsikan individualitas klien.
·         Kesejatian dan keterbukaan. Dua istilah tersebut dapat mewakili untuk mengungkap seperangkat kualitas esensial ketiga konselor meskipun belum memuaskan beberapa pihak (teoritisi dan praktisi konseling). Kesejatian (Autbeticity) pada dasarnya menuju kepada keselarasan (harmoni) yang mesti ada dalam pikiran dan perasaan konselor dengan apa yang terungkap melalui perbuatan ataupun ucapan verbalnya.
Keselarasan atau keseimbangan tidak saja dalam pribadi (internal) konselor adanya tetapi juga terpancar dalam tingkah lakunaya dalam hubungan konseling.
Dibawah ini telah dicantumkan bahwa ada hal-hal yang harus dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh konselor untuk jadi genuine (orang yang ramah,senag) diantaranya adalah:
a)      Menghindari berlebihan dalam berperan
b)      Berlaku sepontan dalam hubungan konseling tanpa lepas dari kontrol atau sembrono.
c)      Berlaku tegas dalam proses belping
d)     Menghindari sifat defensif dalam dirinya sehingga mampu mengarahkan dirinya menjadikan hidupnya lebih bermakna.
e)      Berlaku konsisten.
f)       Berlaku terbuka.
b)      keterampilan dasar konselor. Merupakan dimensi kognitif dan keterampilan konselor, yang lebih mudah tampak dan sangat menentukan kelancaran proses dan keberhasilan hubungan konseling. meliputi keterampilan intelektual, kelincahan karasa-cipta, dan pengembangan keakraban.
·           Kompetensi intelektual. Keadaan pribadi dan sikap dasarnya, merupakan dasar lain bagi seluruh keterampilan konselor dalam hubungan konseling baik didalam maupun diluar situasi interview konseling. Keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan pristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi intelektual konselor. Oleh karena itu konseling terutama latar interview sangat bergantung pada komunikasi yang jelas, maka kunci penting keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi. Stewart, dkk menunjukan poin-poin tempat komunikasi konselor perlu kongkrit dan khusus yaitu: 1) fokus permasalahan, 2) mengidentifikasi tema penting, 3) memfokuskan pada suatu tema, 4) mengarahkan tema pada satu tujuan.
·           Kelincahan karsa-cipta. Ini dekat sekali hubungannya dengan kompetensi intelektual konselor dan diterapkan di luar dan di dalam situasi interview konseling. Untuk penerapan secara umum, Jones Stafflre dan Sterwart (1979) memakai istilah flexibility. Sedangkan penerapan khusus dalam situasi interview konseling bersangkutan dengan apa yang telah dipakai oleh Ivey (1983) dan dipakai oleh Brammer dengan istilah intentionalty.
·           Pengembangan keakraban. Merupakan syarat yang sangat pokok guna tercipta dan terbina saling hubungan harmoni antara klien dan konselor, yang merupakan pengembangan keakraban. Instilah pengembengan mencakup menciptakan, memantapkan, dan pelanggengan keakraban selama konseling.
Dari segi cara perlu diingat bahwa penciptaan, pemantapan, dan pelanggengan keakraban sangat dipengaruhi oleh komunikasi verbal dan non verbal yang dilakukan oleh konselor. Kata-kata, gerak tubuh (gestur), kontak pandang yang memancarkan penerimaan penuh, tulus, dan bukan palsu, dari konselor pada klien akan dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman klien sebagai pra kondisi keakraban.
Resep umum dalam konteks ini adalah kesediaan konselor mendengarkan dengan pernuh perhatian dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan oleh klien yang baru datang. Dengan demikian ada kesempatan bagi klien menyesuaikan diri dengan suasana ruang konseling dan ada kesempatan mengungkapkan secara bebas apa yang hendak diungkapkannya.  
 Label-label dalam kategori pertama lebih banyak mengandung unsur-unsur sikap dari pada keterampilan, dan pada kategori kedua adalah sebaliknya.   [4]
       B.     Keefektifan konselor
Kualitas pribadi,sikap dasar, dan keterampilan seperti dibahas dimuka merupakan sebagian persyaratan kefektifan konselor. Pada tahun 1949, national vocational guidance association (NVGA) merumuskan ciri konselor ideal yaitu yang berminat pada orang, penyabar, peka terhadap orang lain, stabil emosi, objektif, anggap terhadap fakta, dan dipercayai oran lain.
a.       Faktor-faktor pembeda umum
Shertzer dan Stone menyebutkan tiga kelompok faktor umum untuk melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konselor, dan faktor-faktor nonintelektif.
·         Pengalaman, banyak bukti yang mendukung bahwa pengalaman merupakan variabel penting bagi kefektifan konselor. Pengalaman yang banyak dan luas konselor akan mendukung kelancaran proses konseling. Carl Rogers (1962) menunjukkan bahwa semakin bepengalaman konselor, maka ia semakin congruence, empathy, dan unconditioned positive regard dibandingkan dengan yang kurang pengalaman; dengan demikian membuat konselor itu lebih berhasil mengomunikasi kondisi-kondisi itu pada klien.
·         Tipe hubungan konseling. Pada dasarnya, konselor yang berhasil sampai pada tipe hubunngan perasaan dan mengeksplorasi perasaan klien adalah konselor yang lebih berhasil dibandingkan dengan yang bertipe hubungan objektif, rasional-kognitif semata.
·         Faktor-faktor nonintelektif. Study mengenai hubungan antara keefektifan konselor dengan kepribadian menunjukkan bahwa konselor yang efektif dapat dibedakan dari yang tidak efektif dalam hal: 1) citra diri, motivasi nilai-nilai, perasaan mengenai orang lain, dan tatanan perseptual. 2) unjuk kerjanya dalam tes-tes kepribadian yang terstandar dan inventori minat.
b.      Ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif
Berkenaan dengan kemampuan, ciri-ciri konselor efektif dikemukakan secara lebih rinci oleh Eisenberg dan Delaney. Sebagai berikut:
·         Para belper yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan. Melalui perilaku dan didasari pandangan mengenai orang-orang lain, merekka mampu membantu orang-orang lain berkomunikasi secra terbuka dan jujur dengan mereka (para belper).
·         Para belper yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu. Apa yang mereka katakan diterima sebagai hal yang dapat dipercaya dan dipersepsi secara meyakinkan.
·         Para belper yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya mereka mendapatkan keterbukan. Mereka melakukan banyak pertimbangan mengenai tindakan, perasaan, komitmen nilai-nilai, dan motivasi-motivasi mereka. Mereka melihat suatu komitmen yang tidak beku, melainkan ada pemahaman diri dan evaluasi diri secara menerus.
·         Para belper yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai oranng-orang yang mereka upayakan bantu. Para belper yang efektif tidak membedakan masa sekarang dan masa datang orang yang dicoba bantu.
·         Para belper yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri.setiap manusia buth diterima, dihargai, dan diakui oleh orang-orang lain yang berarti, serta butuh penghargaan terhadap bakat khusus dan prestasinya.
·         Para belper yeng efektif mempunyai pengetahuan nkhusus dalam beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu.
·         Para belper yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah laku orang yang diupayakan bantu. Para belper yang efektif berusaha keras mengontro kecenderungan ini pada dirinya. Mereka justru menerima pola tingkah laku yang dihadapinya sebagai bagian dari cara seseorang menangani hidup dan mereka mencoba memahami bagaimana sampai berkembang pola demikian, dan mengapa orang yang diupayakan bantu itu bertingkah laku demikian. Akibatnya, para belper yang efektif memiliki pemahaman yang berkembang tentang tingkah laku manusia.
·         Para belper yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan ola sistem. Suatu sistem merupakan suatu kesatuan organisasional dimana tiap komponen berhubunngan satu sama lain membentuk sebagai suatu keseluruhan.
·         Para konselor yang efektif berpandangan mutakhir dan memiliki wawasan luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia. Para konselor menyadari pentingnya peristiwa-peristiwa masa kini dari seluruh ssistem yang mempengaruhi kehidupan mereka.
·         para belper yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah laku yang merusak diri (self-defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari tingkah laku merusak diri kepola tingkah laku yang secara pribadi lebih memuaskan.
·         Para belper yang benar-benar efektif sangat terampil membentu orang-orang lain melihat diri sendiri, dan merespons secara tidak defensif terhadap pertanyaan “siapakah saya?” adalah suatu hal yang mudah melukiskan aspek-aspek diri yang menyenangkan dan yang membanggakan. Hal yang sukar dan berat adalah melihat aspek-aspek siri yang tidak membanggakan.
c.       Ciri-Ciri Khusus Perseptual Kpnse;or Yang Baik
Atas hasil penelitian comb, dkk. Mengajukan bahwa konselor yang baik mempunyai ciri-ciri perseptual tertentu. Ciri-ciri yang dimaksud meliputi keyakinan terhadap konseli, terhadap diri (self), dan terhadap tujuan-tujuan yang dicapai melalui belping. Diadaptasikan sebagai berikut:
1)      Para konselor yang lebih baik lebih cenderung berpersepsi; a) dari kerangka acuan internal kekerangka acuan aksternal. b) kepada orang dari pada benda.
2)      Para konselor yang baik akan mempersepsi orang lain sebagai; a) mampu daripada tidak mampu. b) patut percaya daripada sanksi. c) peramah daripada tak acuh. d) berguna daripada sia-sia. e) suka membantu daripada mengganggu. f) termotivasi secara internal daripada secara eksternal
3)      Para konselor yang baik memparsepsi diri sendiri sebagai; a) beridentifikasi dengan orang daripada menghindari orang. b) memadai daripada tidak berdaya. c) berguna daripada sia-sia. d) terpercaya daripada meragukan.
4)      Para konselor yang baik mempersepsi tujuan-tujuan mereka sebagai; a) membebaskan daripada mengendalikan. b) alturistis daripada narsistis. c) memperhatikan makna yang luas daripada yang sempit. d) membuka diri daripada menutup-nutupi diri. e) melihat daripada menghindar. f) berorientasi pada proses daripada berorientasi pada tujuan.[5]

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari materi yang telah dibahas diatas tersebut, dapat kita simpulkan bahwa konselor merupakan proses yang berkesinambungan, membantu individun, bertuuan agar individu dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuannya, serta tujuan utamanya agar individu memahami diri dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Pribadi konselor merupakan “instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien. Pemaduan secara harmonis dua “instrumen” ini pribadi dan keterampilanakan semakin memperbesar peluang keefektifan kerja konselor.
1)      Konselor sebagai pribadi
Konselor merupakan salah satu proses yang unik tempat konselor menawarkan peluang tumbuh bagi konseling. ciri-cir khasnya adalah sebagai berikut:
a)      Kesadaran akan diri dan nilai-nilai
b)      Kesadaran akan pengamalan budaya
c)      Kemampuan untuk menganalisis kemampuan helper sendiri
d)     Kemampuan berlayan sebagai teladan dan pemimpin atau orang yang berpengaruh.
e)      Altruisme
f)       Penghayatan etik yang kuat
g)      Tanggung jawab
2)      Sikap dan keterampilan konselor
Fungsi keterampilan bagi konselor adalah upaya memancarkan sikap-sikap yang dimilikinya terhadap klien disamping penunjukan kredibilitas lain seperti penampilan kompetensi intelektual dan aspek-aspek nonintelektif lainnya. Diturunkan dari berbagai sumber dalam buku ini dikategorikan:
a)      sikap dasar konselor, meliputi penerimaan, pemahaman, dan kesejatian, serta keterbukaan. Merupakan dimensi efektif konselor yang sangat menentukan keberhasilan dan kelancaran proses serta saling-hubungan konseling.
b)      keterampilan dasar konselor. Merupakan dimensi kognitif dan keterampilan konselor, yang lebih mudah tampak dan sangat menentukan kelancaran proses dan keberhasilan hubungan konseling. meliputi keterampilan intelektual, kelincahan karasa-cipta, dan pengembangan keakraban.
·           Kompetensi intelektual.
·           Kelincahan karsa-cipta.
·           Pengembangan keakraban.
3)      Keefektifan konselor
Kualitas pribadi,sikap dasar, dan keterampilan seperti dibahas dimuka merupakan sebagian persyaratan kefektifan konselor.
a)      Faktor-faktor pembeda umum
d.      Shertzer dan Stone menyebutkan tiga kelompok faktor umum untuk melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konselor, dan faktor-faktor nonintelektif.
Dan mempunyai Ciri-Ciri Khusus Perseptual Kpnselor Yang Baik, serta mempunyai Ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif


DAFTAR PUSTAKA
Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)
Syamsu yusuf. Landasan bimbingan dan konseling. (bandung:remaja rosdakarya, 2009).
Rollo May, Seni Konseling. (yogyakarta: Pusataka Pelajar, 1997)



[1] Rollo May, Seni Konseling. (yogyakarta: Pusataka Pelajar, 1997) hlm 165.
[2] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) hlm 91-129.
[3] Rollo May, Seni Konseling. (yogyakarta: Pusataka Pelajar, 1997)
[4] Syamsu yusuf. Landasan bimbingan dan konseling. (bandung:remaja rosdakarya, 2009).  Hal:37-42.
[5] Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) Hal:117-126.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar